Karst Kaloy Terancam Pabrik Semen
January 14th, 2017 | Published in Anchor
Pembangunan pabrik semen di Aceh Tamiang akan merusak potensi kawasan bentang alam karst
Pembangunan pabrik semen di Aceh Tamiang dinilai merusak potensi kawasan bentang alam karst yang harusnya dilindungi. Izin lingkungan yang dikeluarkan bupati kini digugat pegiat lingkungan. Air deras mengalir dalam sebuah alur di sela-sela tebing bebatuan yang menjorok di kedua sisi sungai. Ujung alur ini menyatu dengan aliran lain dari hulu di badan sungai yang sama. Di satu sisi sungai, rembesan air mengalir di atas batu di sela-sela rimbun pepohonan. Rembesan itu kemudian jatuh ke dalam sungai, menyatu bersama arus deras. Pemandangan eksotis itu terekam pada Juli lalu di Kuala Parek, Aceh Tamiang, dalam lensa kamera tim peneliti dari Indonesia Speologi Society atau ISS dan KEMPRa.
Didampingi masyarakat lokal, tim ini turun ke lokasi untuk melihat kondisi kawasan karst di Kampung Kaloy, Kecamatan Tamiang Hulu. “Sekaligus juga untuk membuktikan formasi batu gamping kaloy memiliki kriteria sebagai kawasan bentang alam karst sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2012,” ujar M. Oki Kurniawan dari KEMPRa, beberapa waktu lalu. Kuala Parek, kata dia, letaknya di dalam kawasan karst tersebut. Di lokasi, tim menemukan sumber mata air yang keluar dari celah batuan, telaga, gua, ponour atau lubang resapan air dan beberapa satwa unik. “Bahkan ada air terjun yang airnya setelah jatuh tidak nampak karena langsung hilang masuk ke dalam celah bebatuan,” ujar Oki. Formasi batu gamping kaloy yang diteliti tim tersebar di perbukitan Alur Gajah dan Karang Putih. Lokasinya hanya hitungan jam dari pemukiman penduduk di Dusun kaloy, Kampung kaloy. Kedua bukit ini masuk ke dalam Kawasan Ekosistem Leuser atau KEL; salah satu wilayah konservasi terpenting di bumi. Secara geografi, sekitar 88 ribu hektare wilayah Tamiang masuk ke dalam KEL. Letaknya memanjang di Bukit Barisan yang membentang dari barat daya hingga barat laut. Sebagai penanda kawasan karst, kata Oki, di formasi Batu Gamping kaloy ditemukan sebuah bukit kerucut. Warga lokal menyebutnya Bukit Sarang Burung karena dihuni burung walet. Bukit yang mengerucut ini, kata dia, akibat proses karstifikasi. “Bukit ini menjadi penyangga sistem sungai bawah tanah yang mengalir dalam Gua Sarang Burung,” ujarnya. Menurut Petrasa Wacana dari ISS, di kawasan karst Batu Gamping kaloy memang banyak gua yang memiliki jaringan sungai bawah tanah. Contohnya, kata Petrasa, salah satu dari dua mulut Gua Sarang Burung menjadi tempat keluarnya aliran sungai bawah tanah. “Gua Sarang Burung merupakan gua aktif yang dibentuk oleh penjajaran rekahan. Ini dapat ditunjukkan dengan bentuk lorong yang membentuk rekahan memanjang dan saling tegak lurus arah lorong,” ujarnya. Sementara, di sisi barat Karang Putih tim melihat adanya depresi cekungan atau dolina berbentuk lembah memanjang.
Di tempat ini, tim menemukan beberapa aliran air yang muncul ke permukaan. Di barat laut Karang Putih, ditemukan sebuah gua berdiameter 10 meter. Gua ini, kata Oki, adalah ponour tempat masuknya air ke bawah permukaan saat hujan. Adapun di timur perbukitan tersebut tim melihat empat sumber mata air keluar dari celah bebatuan. Di arah mata angin yang sama, juga ditemukan dua telaga karst pada ketinggian 388 dan 166 meter dari permukaan laut. Selain Gua Sarang Burung, kata Oki, di perbukitan Alur Gajah juga ditemukan tiga gua yang kemudian diberi nama Sarang Kambing. “Disebut Gua Sarang Kambing karena bagian dalam masing-masing gua ditemukan banyaknya jejak-jejak kaki dan sarang kambing Hutan,” ujarnya. Gua ini berbentuk horizontal dan tidak memiliki sungai bawah tanah. *** Potensi kawasan batu gamping kaloy yang harusnya dilindungi kini terancam oleh rencana pendirian pabrik semen di kawasan tersebut. Bupati Aceh Tamiang Hamdan Sati mengeluarkan keputusan nomor 541 tahun 2016 tentang izin lingkungan rencana kegiatan industri semen untuk PT Tripa Semen Aceh. Jika jadi berproduksi, pabrik itu nantinya disebut mampu menghasilkan 10 ribu ton per hari klinker, bahan utama pembuatan semen. Luas area pabrik dan penambangan mencapai 2.549,2 hektare. Surat keputusan itu dikeluarkan Hamdan Sati saat menjabat sebagai Bupati Tamiang. Kini, Hamdan maju lagi sebagai calon bupati dalam Pilkada 2017. Pembangunan pabrik semen tersebut juga salah satu program yang diusung Hamdan bersama calon wakilnya Izwardi dalam Pilkada Tamiang. Awal Desember, saat mengukuhkan tim pemenangannya, Hamdan berujar pembangunan pabrik semen itu tak boleh berhenti. “Walaupun LSM tersebut menghendaki pabrik tersebut harus ditutup,” ujarnya seperti dikutip media online tersebut. LSM yang dimaksud Hamdan adalah Walhi.
Walhi menggugat pembangunan pabrik semen tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara di Banda Aceh. Hamdan menyayangkan ada penolakan seperti itu. Menurutnya, bila pabrik dibangun akan menyerap sekitar dua ribu tenaga kerja lokal. “Jadi inilah salah satu keinginan saya maju kembali menjadi Bupati Aceh Tamiang periode kedua, karena saya melanjutkan program pembangunan pabrik semen tersebut,” ujar Hamdan seperti dikutip media online tersebut. Sekretaris Daerah Aceh Tamiang, Razuardi saat dihubungi Senin pekan lalu mengatakan pembangunan pabrik semen di Kaloy baru selesai pengurusan izin eksplorasi. Sementara izin teliti lokasi masih dalam proses. “Untuk pembangunan belum ada sama sekali, karena pengurusan izin masih belum siap,” ujar Razuardi. Ia menyarankan Jurnal Aceh menghubungi Kepala Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Aceh Tamiang, Samsul Rizal. Saat dikonfirmasi, Samsul menyebutkan, untuk proses pembangunan pabrik semen di Kaloy, Aceh Tamiang harus menunggu IUP OP. “Pembangunan pabrik semen belum keluar IUP OP (Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi), sementara izin lingkungan sudah keluar,” ujarnya lewat telepon seluler.
Penolakan bukan tak ada.
Seperti disebutkan Hamdan Sati, gugatan yang dilakukan Walhi Aceh terhadap Hamdan Sati telah beberapa kali digelar sidang di PTUN Banda Aceh. Direktur Walhi Aceh M Nur mengatakan izin lingkungan kepada PT Tripa Semen Aceh (TSA) sesuai dengan keputusan bupati nomor 541 bertentangan dengan aspek prosedural, substansi, dan azas-azas. “Salah satu substansi yang menjadi dasar gugatan Walhi karena areal pertambangan PT TSA berada dalam bentang alam kars,” ujarnya. Hal ini, kata dia, juga tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh 2013-2033. Menurutnya, izin ekplorasi PT Tripa Semen Aceh yang masuk ke dalam KEL juga berbenturan dengan Undang-undang Nomor 11 Tentang Pemerintah Aceh. Pasal 150 ayat dua regulasi ini menyebutkan pemerintah dilarang mengeluarkan izin pengusahaan hutan dalam KEL. Hingga Rabu, 14 Desember 2016, tahapan persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh antara Walhi melawan Bupati Aceh Tamiang telah sampai pada agenda tambahan bukti dan menghadirkan saksi para pihak. Walhi Aceh sebagai penggugat sudah menghadirkan empat saksi, tiga saksi fakta dan satu saksi ahli, yaitu ahli karst.
Adapun Bupati Aceh Tamiang juga sudah menghadirkan empat saksi fakta. Sedangkan pihak tergugat intervensi yakni PT Tripa Semen Aceh hanya menghadirkan satu orang saksi fakta. Saksi fakta yang dihadirkan adalah Yamin, koodinator tim penyusun AMDAL. Dalam keterangannya, kata M Nur, saksi menyampaikan selama proses penyusunan AMDAL PT TSA hanya empat kali ke lapangan. “Dalam kunjungan tersebut saksi mengakui belum pernah ke lokasi karst. Hanya melakukan dialog dengan warga dan mendampingi tim untuk pengambilan sampel. Selain itu, juga mengakui dalam tim penyusun AMDAL tidak melibatkan ahli kars,” ujarnya. Sidang selanjutnya dijadwalkan Rabu, 21 Desember, di Pengadilan TUN Banda Aceh, dengan agenda saksi tambahan dari pihak Walhi. Walhi pada persidangan ke depan akan menghadirkan dua orang saksi fakta untuk memperkuat bukti yang telah diajukan. Selain Walhi Aceh, gugatan juga datang dari tiga warga Kaloy. Mereka adalah Ngatino, Sutiadi dan Menen. Ketiganya menilai dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau AMDAL Tripa Semen Aceh tidak mengungkapkan fakta sebenarnya. Gugatan ini didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh dengan nomor 27/G/2016.PTUN-BNA, awal Agustus lalu. Saat menggugat Bupati Aceh Tamiang, ketiganya didampingi lima kuasa hukum dari Public Interest Lawyer Network di Jakarta. Salah satu penggugat, Sutiadi, khawatir pembangunan pabrik semen di kawasan itu dapat mengundang bencana saat angin kencang. “Perbukitan Karang Putih yang akan dijadikan lokasi tambang itu bagi masyarakat di Dusun Kaloy merupakan benteng dari angin yang bisa menerpa ke pemukiman penduduk tempat saya tinggal,” ujarnya. Tim kuasa hukum mengatakan dua surat hasil kajian teknis yang diterbitkan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Aceh Tamiang untuk kesesuaian lahan rencana kegiatan industri semen Tripa Semen Aceh tidak mencantumkan keberadaan kawasan itu sebagai kawasan cagar alam geologi. Riesqi Rahmadiansyah, salah seorang kuasa hukum penggugat mengatakan berdasarkan Qanun Aceh Tamiang Nomor 14 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang 2012-2032, kawasan yang saat ini ditetapkan sebagai Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Tripa Semen Aceh khususnya pada komoditas batu gamping merupakan kawasan lindung geologi berupa kawasan cagar alam geologi (karst). “Adanya kawasan karst di wilayah itu diperkuat dengan adanya laporan-laporan hasil kegiatan ekspedisi LSM KEMPRa dan ISS tentang inventarisir bentukan karst dan sebarannya,” ujar Riesqi, Ahad, 7 Agustus lalu.
Pembangunan pabrik semen di Kaloy tak hanya merusak bentang alam karst tapi juga membuat fana sumber mata air
Dari hasil ekspedisi ditemukan dua gua yang mengeluarkan mata air. “Yaitu gua di sekitar Alue Bunih berada di antara IUP Clay dan Batu Gamping dan Gua Sarang Burung yang berada di dalam IUP Batu Gamping,” ujar M. Oki Kurniawan. Hitung-hitungannya, kata Oki, setiap gua memiliki mata air dengan kapasitas lima hingga enam meter kubik per detik. Dari kedua gua itu, kata dia, dapat menghasilkan sekitar 864 juta liter air sehari untuk dikonsumsi lebih dari 10 ribu orang. Mengacu pada tarif air bersih PDAM Tirta Tamiang senilai Rp 1.250 per meter kubik, kata Oki, potensi rupiah jika dijual sekitar Rp388 miliar setahun. “Nilai tersebut belum termasuk sedikitnya lima sumber air lainnya dalam lokasi IUP Batu Gamping yang ada berdasarkan evaluasi LSM KEMPRa terhadap analisa remote sansing (penginderaan jauh) potensi hidrologi,” ujarnya. Petrasa Wacana dari ISS menilai rencana pendirian pabrik semen akan mempengaruhi perubahan morfologi kawasan bentang alam yang masuk di dalam KEL. Dalam rencana pola ruang wilayah Aceh Tamiang, kata Petrasa, wilayah formasi batu gamping Kaloy ditetapkan sebagai bagian dari kawasan cagar alam geologi seluas 14.448,47 hektare. Lokasi ini berada di dua kecamatan, Tamiang Hulu dan Tenggulun. “Artinya, perbukitan Karang Putih dan Alur Gajah telah diakui keberadaannya oleh Pemerintah Aceh Tamiang sebagai kawasan bentang alam karst yang berfungsi lindung,” ujarnya. Kawasan karst tersebut, kata dia, harus dilindungi dari upaya perusakan karena menjadi penyangga utama penyimpan air di kawasan karst yang menyuplai air dalam daerah aliran Sungai Tamiang. “Kawasan karst ini dapat dikelola untuk dijadikan objek destinasi wisata mencakup tiga aspek, yaitu rekreasi, edukasi, dan petualangan.” Dari hasil penelitiannya di lapangan, kata Petrasa, perlu dilakukan penetapan deliniasi atau pengelompokan kawasan bentang alam karst sesuai dengan amanat Peraturan Menteri ESDM No 17 Tahung 2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst. ISS, kata dia, juga akan mendorong Badan Geologi agar menetapkan kawasan bentang alam karst dengan penuh kehati-hatian. “Harus didasari pertimbangan ilmiah untuk memastikan kawasan lindung geologi menjamin kelangsungan fungsi kawasan karst sebagai penyimpan air,” ujarnya.
Salinan ini telah tayang di https://www.ajnn.net/news/karst-kaloy-terancam-pabrik-semen/index.html.