PRBBK di Aceh menjadi Model Pembelajaran
December 21st, 2011 | Published in Aven
PRBBK di Aceh menjadi model penanggulangan bencana di Indonesia
Pada tanggal 14-16 Desember 2011 bertempat di Hotel Menara Peninsula Jakarta, di hadapan Kepala Badan Penanggulangan Bencana se-Indonesia, Kemendagri, Dinas Sosial, dan media. Beberapa pembelajaran pelaksanaan Pengurangan Risiko Bencana di Aceh telah dipresentasikan.
Pada kesempatan ini, Karst Aceh mengantarkan presentasi yang bertemakan PRBBK yang dilakukan sejak November 2010 hingga Desember 2011. Karst Aceh yang diwakili oleh sang direktur: Abdillah Imron Nasution dalam kesempatan ini mempresentasikan proses kegiatan dalam lingkup 9 output yang diamanatkan oleh UNDP-MDF sebagai penyandang dana.
Dalam presentasinya, Abdillah menyampaikan potensi-potensi berbagai pendekatan yang dilakukan oleh Karst dalam menjalankan PRBBK di Aceh Tengah dan Bener Meriah, diantaranya pendekatan Participatory Action Research (PAR), Pentagon Asset, dan Studi Knowledge Attitude Practice (KAP).
Ketiga pendekatan ini menjadikan 9 output yang diamanatkan oleh donor berjalan sesuai dengan kerangka kerja pengurangan risiko bencana yang lebih menitikberatkan peningkatan kapasitas komunitas dan pro kelompok rentan.
Pembelajaran lainnya adalah pembuatan Rencana Penanggulangan Bencana dan Rencana Kontinjensi yang secara sistematis mengarah pada terciptanya sebuah forum komunitas siaga bencana yang menjalankan rencana aktivitas komunitas. Penekanan yang dipresentasikan menuntun suatu systematic learning process yang bermuara pada penempatan pelaku seluruh proses pengurangan risiko bencana ini adalah masyarakat itu sendiri.
“Kita bukan kontraktor”, begitu Abdillah mengutarakan bahwa penguatan yang berbasiskan pelaku aktif adalah masyarakat sangat perlu ditekankan. “Masyarakat bukanlah objek Penanggulangan Bencana-melainkan Subyek Penanggulangan Bencana”, ini merupakan prinsip yang harus dikuatkan, baik dengan pemilihan pola pendekatan yang bijak, pembuatan atau adaptasi modul-modul yang sesuai dengan prinsip pemberdayaan.
Penambahan lain yang tak kalah penting adalah kearifan lokal yang dapat dijadikan sistim deteksi dini terhadap bencana, pembelajaran simulasi, serta inisiasi penguatan dari berbagai peraturan kampung melalui proses musrenbang desa hingga kabupaten.
Abdillah mengutarakan 22 kendala, 9 keberlanjutan, dan 15 hikmah pembelajaran dalam rangkaian proses program pengurangan risiko bencana berbasis komunitas yang dilaksanakan. Semoga ini bermanfaat untuk upaya-upaya penanggulangan bencana di Indonesia.
Dalam kesempatan ini, pembelajaran dari pelaku dan bidang lain juga dipresetasikan, diantaranya dari TDMRC, BPBD Aceh Barat, dan Dishubkomintel.
Jakarta, 16 Desember 2011