Mata Ie Tak Mungkin Seperti Dulu Lagi

July 26th, 2017  |  Published in Chamber

Rusaknya ekosistem kawasan yang tergolong karst itu membuat semuanya menjadi suram. Mata air mengering, gua-gua gersang dan keropos, serta aneka satwa seperti monyet, kelelawar, dan walet kini jauh berkurang jumlahnya.

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Mata Ie, sebuah kolam pemandian umum yang sangat melegenda tak hanya bagi masyarakat pribumi, tapi juga bagi pecinta wisata air dari seantero negeri, kini hanya tinggal kenangan. Rusaknya ekosistem kawasan yang tergolong karst itu membuat semuanya menjadi suram. Mata air mengering, gua-gua gersang dan keropos, serta aneka satwa seperti monyet, kelelawar, dan walet kini jauh berkurang jumlahnya.

Aktifis lingkungan yang juga ahli Speleologi (ilmu tentang gua) Aceh, Abdillah Imron Nasution kepada Serambinews.com, Senin (24/7/2017) mengatakan, parahnya kerusakan saat ini membuat Mata Ie tak mungkin kembali seperti dulu lagi.

Menurutnya, setiap komponen di kawasan itu saling berhubungan dan memiliki peran penting tersendiri. Sehingga jika ada satu yang rusak, akan memengaruhi seluruh ekosistem Mata Ie. “Tapi kini yang rusak itu bukan cuma satu bagian, tapi menyeluruh. Dulu, separah-parahnya kemarau di Aceh, air di Mata Ie tetap mengalir deras, ” ujar pria yang gemar camping itu. Dia juga teringat saat kemarau melanda Aceh dulu, masyarakat berbondong datang ke Mata Ie untuk mengambil air dan mandi sepuasnya. Bahkan kaum ibu mencuci pakaian hingga berbakul-bakul, tapi air tak habis-habis.

Tapi itu dulu.. Mata Ie sekarang tak seperti dulu lagi. Tak ada air yang mengalir, yang tersisa hanyalah genangan air berwarna kekuningan. Menurut Abdillah, Mata Ie mendapatkan air dari tiga sumber, yaitu air hujan yang ditampung oleh pepohonan di atas gunung, pengembunan, dan juga air tanah yang disimpan bebatuan gamping (kapur) .“Batu kapur itu mengandung kalsium karbonat. Dia ibarat spon yang mampu menyerap atau menyimpan air,” katanya.

Penyebab rusaknya kawasan karst, lanjut dia, yaitu maraknya penambangan batu kapur untuk produksi semen, penebangan pohon, dan eksploitasi lainnya yang dapat merusak keseimbangan alam.”Kita cuma mengambil enaknya saja. Tanpa berpikir dampak apa yang ditimbulkan dari aktifitas itu, ” ucapnya.

Abdillah mengatakan, kawasan karst yang punya ciri khas, yaitu berbatuan Limestone (gamping/kapur) dan memiliki banyak gua, merupakan unrenewable resources, atau sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui Kerusakan yang dialami saat ini tidak akan pernah bisa diperbaiki, namun masih bisa diperlambat.

Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Mata Ie Tak Mungkin Seperti Dulu Lagi, https://aceh.tribunnews.com/2017/07/25/mata-ie-tak-mungkin-seperti-dulu-lagi.
Penulis: Eddy Fitriadi
Editor: Hadi Al Sumaterani

Photo: Budi Fatria

 

Leave a Response

You must be logged in to post a comment.