Rencana Penanggulangan Bencana dan Rencana Kontijensi Gunung Api
January 28th, 2011 | Published in Disaster
Rencana Penanggulangan Bencana dan Kontijensi dari Bener Meriah
Kegiatan ini dilaksanakan di MAN Unggul Desa Pante Raya, 23-24 Januari 2011, dengan tujuan untuk menghasilkan rencana penanggulangan dan kontijensi bencana gunungapi di Desa Pante Raya Kecamatan Wih Pesam Kabupaten Bener Meriah. Peserta acara workshop berasal dari Pante Raya baik dari masyarakat, pemerintah desa dan mukim, kepala desa-desa tetangga seperti dari Desa Balee Atu dan Desa Simpang Tiga Redelong, dari BPBD Bener Meriah, Pos Pemantau Gunung Api (PPGA), dan Muspika Kecamatan Wih Pesam. Pada kata sambutan yang disampaikan oleh Bapak Zulfikar Is, S. Ag (Kabid. Tanggap Darurat) yang mewakili BPBD Bener Meriah menyatakan bahwa proses yang dilakukan pada hari ini sangat baik dilakukan. Mengingat apabila terjadi bencana, masyarakat Pante Raya menjadi lebih siap dengan adanya Rencana Penanggulangan Bencana dan Kontijensi yang akan disusun. Sebenarnya rencana-rencana tersebut merupakan tugas dari BPBD yang baru berusia tiga bulan, untuk itu kami menyatakan apresiasi yang sangat tinggi pada LSM KArst Aceh yang telah mengambil langkah percepatan untuk membantu pengurangan resiko bencana di kawasan ini. Namun, demikian, seperti diketahui kawasan rawan bencana bukan hanya Desa Pante Raya. Masih ada beberapa desa lain yang memiliki tingkat kerawanan yang sama, untuk itu kami mengharapkan Karst Aceh yang didukung oleh lembaga donor seperti UNDP dan MDF ini dapat melakukan hal yang sama dengan desa-desa tersebut. Pihak Muspika juga menyampaikan hal sama dengan BPBD, lebih lanjut Pak Camat Wih Pesam Kamaluddin AR, SE meminta kepada pimpinan Karst Aceh untuk meningkatkan koordinasi di lapangan untuk lebih mensukseskan kegiatan yang tidaklah ringan ini. Jumlah peserta pada pelaksanaan kegiatan tersebut adalah 50 orang. Acara diadakan dengan mekanisme penyampaian materi, diskusi, filedtrip dan pleno.
Penyampaian materi mitigasi gunungapi oleh Sulaiman dari PPGA yang menyatakan bagaimana tugas dan tanggung jawab PPGA dalam menngkatkan kewaspadaan gunung api. Pengantar Pentingnya Rencana Penanggulangan Bencana dan Kontijensi disampaikan oleh Abdillah Imron Nasution selaku direktur Karst Aceh, dan Identifikasi Kerentanan dan Kapasitas oleh Teuku Alfizar dari Karst Aceh. Kesimpulan yang dapat dipahami oleh diskusi yang terjadi bahwasanya kawasan Pante Raya dan sekitarnya merupakan kawasan rawan bencana gunungapi Burni Telong yang terakhir meletus pada tahun 1924. Apalagi, Desa Simpang Tiga Redelong merupakan pusat pemerintahan Bener Meriah serta Komplek TNI yang terletak di Kecamatan Bukit juga termasuk di Kawasan rawan Bencana. Masyarakat merasakan bahwa kegiatan ini menjadi penting sekali sifatnya. Mereka juga mengharapkan tata ruang yang telah dibuat untuk direvisi kembali. Ditambahkan lagi oleh Karst Aceh, sebenanyra masyarakat dapat membuat tata ruang secara partisipatif. Dasar hukum yang mendukung hal terseut adalah PP No 26 Tahun 2007 dan PP No 26 tahun 2008.
Kegiatan Fieldtrip dilakukan ke PPGA untuk melihat secara langsung PPGA dan mekanisme kerja alat-alat pendukungnya seperti Seismograf dan teropong. Masyarakat mendapatkan pemahaman dan wawasan mengenai hal tersebut dari diskusi yang dilakukan di PPGA ini. PPGA juga mengharapkan hubungan ini dapat terus berlanjut. Selanjutnya fieldtrip yang dilakukan pada beberapa titik dan kawasan ancaman gunungapi. Kegiatan ini merupakan finalisasi kegiatan yang pada awalnya dilakukan secara Participatory Action Research oleh Karst Aceh untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dengan melakukan identifikasi titik dan kawasan ancaman gunungapi. Titik dan kawasan ancaman seperti batu-batu besar yang tersebar di beberapa kawasan, profil geologi dan tanah vulaknik di kawasan tersebut, serta mengetahui gejala yang ditunjukkan oleh kolam air panas pada status aktif normal. Tujuan dari kegiatan ini, masyarakat dapat lebih memahami dampak dan jarak letusan gunung api yang pernah terjadi dahulu kala, dan memahami gejala alam pada kondisi aktif normal. Hasil ini serangkai dengan peta resiko bencana yang mengatur pola evakuasi dan mitigasi masyarakat. Peta resiko 3 D ini dibuat secara bersama-sama oleh masyarakat dengan dipandu oleh Karst Aceh. Pembelajaran filedtrip yang dilakukan pada workshop ini yang dipandu oleh Ir. Marwansyah Munthe, ST, MT (pakar geologi) lebih meningkatkan pemahaman masyarakat pada bahwa batu-batu yang ada memang berasal dari letusan gunungapi yang pernah terjadi, profil lapisan dan geologi kawasan gunung api, serta proses-proses yang menyebabkan terjadinya gunungapi di bumi.
Dari proses yang terbangun ini, pada akhirnya masyarakat mendapatkan rencana penanggulangan bencana dan kontijensi yang terdiri dari tiga garis besar rencana, yaitu: Pilihan Tindakan, Mekanisme, serta Alokasi dan Pelaku Penanggulangan Bencana gunung api. Pilihan Tindakan dan Mekanisme Penanggulangan Bencana yang disusun terdiri dari masa Pra Bencana, Tanggap darurat, dan Rehabilitasi. Sedangkan pada rencana Alokasi dan Pelaku Penanggulangan Bencana adalah apa yang akan dilakukan masyarakat untuk meningkatkan peran lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah dalam mendukung penanggulangan bencana di desa mereka. Beberapa pilihan tindakan dan mekanisme yang ada antara lain adalah: gejala alam berbasis kearifan local seperti wih polak tedoh (air panas berhenti) dan turunnya binatang dari gunung sebagai early warning system, pilihan tindakan pengumpulan dan mekanisme untuk mendukung ketahanan pangan dengan metode beras jempitan, pemberdayaan majelis taklim dalam upaya peningkatan kapasitas dan sosilaisasi pengurangan resiko bencana, pembuatan peraturan desa untuk pengurangan dan penanggulangan bencana gunungapi, serta pembuatan forum komunitas bencana yang terdiri dari berbagai lintas desa dan kepentingan untuk menjalankan rencana aksi komunitas yang akan dibuat pada masa pra bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.